Hubungan antara Kebaradaan Kebijakan Vaksinasi BCG dengan Pertumbuhan Kasus COVID-19

Pada tahun 2019, sebuah studi yang dilakukan oleh Moorlag et al1 telah menyimpulkan bahwa vaksinasi BCG memiliki hubungan dengan penurunan morbiditas (tingkat keparahan) dan mortalitas terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus. Efek ini diduga dimediasi dengan adanya proses innate immune memory di mana terjadi peningkatkan reaktivitas sistem imun secara non-spesifik pada orang yang mendapatkan vaksin BCG.

Berpijak dari hasil tersebut, dalam artikel ini, penulis akan menunjukkan beberapa hasil analisis data untuk mengetahui apakah efek dari vaksinasi BCG juga berpengaruh pada kasus COVID-19.

1.    Data dan Metode

Dalam analisis ini, dataset untuk mengetahui negara-negara yang telah memberlakukan kebijakan vaksinasi BCG bersumber dari http://www.bcgatlas.org/ yang di-update pada tahun 2017. Negara-negara yang dikaji adalah negara dengan jumlah populasi di atas 1 juta per tahun 2018. Jumlah populasi per negara diambil dari https://data.worldbank.org/indicator/sp.pop.totl.

Tiap negara dikategorikan berdasarkan pemberlakuan kebijakan vaksinasi BCG untuk semua anak yang pada  tahun 2017 masih berlaku.

Dari hasil pendataan tersebut diketahui bahwa 22 negara tidak memiliki kebijakan vaksinasi BCG yang masih berlaku (termasuk US, Italy, Spain, Netherlands) dan 91 negara memiliki kebijakan vaksinasi BCG yang masih berlaku (seperti Indonesia, China, Singapore, Iran).

Adapun dataset untuk pertumbuhan kasus COVID-19 tiap negara per tanggal 14 April 2020 bersumber dari https://www.kaggle.com/sudalairajkumar/novel-corona-virus-2019-dataset/tasks?taskId=508. Pengkajian dilakukan dengan menampilkan swarmplot untuk masing-masing tinjauan kemudian dilanjutkan dengan pengujian hubungan dengan uji Kruskal-Wallis dengan mengambil batas nilai signifikansi 0,01. Hal ini berarti hipotesis 0 dapat ditolak apabila p-value lebih kecil dari 0,01.

2. Hubungan antara Keberadaan Kebijakan Vaksinasi BCG dengan Jumlah Kasus Total COVID-19

Hubungan pertama yang dikaji adalah antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kasus total per 1 juta penduduk. Sebelum kita melakukan uji statistik, secara visual dapat dilihat sebaran datanya dalam swarmplot (Gambar 1). Pada gambar tersebut jelas terlihat bahwa negara-negara yang memiliki kebijakan vaksinasi BCG, sebagian besar berada di bawah angka 1000. Sedangkan untuk negara-negara tanpa kebijakan vaksinasi BCG tersebar hingga sampai di atas 3500.

Gambar 1. Swarmplot jumlah kasus total per 1 juta penduduk berdasarkan keberadaan kebijakan vaksinasi BCG

Lalu bagaimana dengan hasil uji Kruskal-Wallis-nya?

Dalam uji ini, hipotesis 0 yang dipakai adalah bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kasus total per 1 juta penduduk.

Dari perhitungan yang dilakukan hasil p-value adalah sebesar 6,89 x 10-9 atau jauh di bawah 0,01. Hal ini berarti hipotesis 0 dapat ditolak.

Dengan demikian kesimpulannya menjadi: terdapat hubungan yang signifikan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kasus total per 1 juta penduduk.

Boleh dikatakan bahwa jumlah kasus total per 1 juta penduduk untuk negeri-negeri dengan kebijakan vaksinasi BCG cenderung lebih kecil dibandingkan jumlah kasus total per 1 juta penduduk untuk negeri-negeri tanpa kebijakan vaksinasi BCG.

3. Hubungan antara Keberadaan Kebijakan Vaksinasi BCG dengan Jumlah Kasus Baru COVID-19

Hubungan kedua adalah antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kasus baru rata-rata per 1 juta penduduk. Data kasus baru dihitung sejak jumlah kasus total di atas angka 100.

Untuk hubungan tersebut, secara visual dapat dilihat sebaran datanya dalam swarmplot (Gambar 2).

Dalam gambar tersebut jelas terlihat bahwa negara-negara yang memiliki kebijakan vaksinasi BCG, sebagian besar ada di bawah angka 20. Sedangkan untuk negara-negara tanpa kebijakan vaksinasi BCG terlihat tersebar hingga sampai di atas 80.

Gambar 2. Swarmplot jumlah kasus baru rata-rata per 1 juta penduduk berdasarkan keberadaan kebijakan vaksinasi BCG

Adapun untuk uji Kruskal-Wallis, hipotesis 0 yang dipakai adalah bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kasus baru rata-rata per 1 juta penduduk.

Dalam uji ini diperoleh angka p-value sebesar 1,42x 10-8. Artinya hipotesis 0 dapat ditolak karena p-value jauh dibawah 0,01.

Dengan demikan akan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kasus baru rata-rata per 1 juta penduduk.

Jadi, boleh dikatakan bahwa jumlah kasus baru rata-rata per 1 juta penduduk pada negeri-negeri dengan kebijakan vaksinasi BCG cenderung lebih rendah dibandingkan jumlah kasus baru rata-rata per 1 juta penduduk untuk negeri-negeri tanpa kebijakan vaksinasi BCG.

4. Hubungan antara Keberadaan Kebijakan Vaksinasi BCG dengan Jumlah Kematian Total COVID-19

Hubungan ketiga adalah antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kematian total per 1 juta penduduk.

Jika kita perhatikan Gambar 3, maka secara visual terlihat perbedaan sebaran angka kematian antara negera-negara dengan kebijakan vaksinasi BCG dengan negara-negara yang tidak mempunyai kebijakan vaksinasi BCG tersebut. Hampir semua negara yang mempunyai kebijakan jumlah kematian total per 1 juta penduduk memiliki angka dibawah 30, hanya beberapa negara saja yang berada di angka 50 hingga 100. Adapun untuk negara-negara tanpa kebijakan BCG, angkanya tersebar sampai 400.

Gambar 3. Swarmplot jumlah kematian total per 1 juta penduduk berdasarkan keberadaan kebijakan vaksinasi BCG

Apakah hubungan ini signifikan secara statistik?

Kembali kita lakukan uji Kruskal-Wallis, dimana hipotesis 0 yang dipakai adalah bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kematian total per 1 juta penduduk.

Lagi-lagi diperoleh hasil p-value berada di bawah 0,01, yaitu sebesar 6,85 x 10-8. Artinya hipotesis 0 dapat ditolak, dan kesimpulannya manjadi: terdapat hubungan yang signifikan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan jumlah kematian total per 1 juta penduduk. Jumlah kematian rata-rata karena COVID-19 di negeri-negeri dengan kebijakan vaksinasi BCG lebih rendah daripada di negeri-negeri tanpa kebijakan vaksinasi BCG.

5. Hubungan antara Keberadaan Kebijakan Vaksinasi BCG dengan Laju Pertumbuhan Kasus COVID-19

Hubungan keempat adalah antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan laju pertumbuhan kasus COVID-19 yang dihitung dalam nilai doubling days rata-rata. Nilai doubling days yang lebih rendah menunjukkan laju pertumbuhan kasus yang lebih cepat. Nilai doubling days yang dhitung adalah doubling days setelah jumlah kasus total di atas 100.

Bisa dilihat dari gambar sebaran data di bawah ini, angka doubling days dua kelompok ada di bawah 10 hari.

Gambar 4. Swarmplot nilai doubling days rata-rata berdasarkan keberadaan kebijakan vaksinasi BCG

Lalu bagaimana dengan hasil uji Kruskal Wallis-nya?

Dalam analisis ini, hipotesis 0 yang dipakai adalah bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan nilai doubling days rata-rata.

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa p-value sebesar 0,0076. Artinya, hipotesis 0 dapat ditolak. Kesimpulannya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara keberadaan kebijakan vaksinasi BCG dengan nilai doubling days rata-rata. Nilai doubling days rata-rata kasus COVID-19 di negeri-negeri dengan kebijakan vaksinasi BCG cenderung lebih tinggi daripada di negeri-negeri tanpa kebijakan vaksinasi BCG.

6. Hubungan antara Iklim dan Kebijakan Vaksinasi BCG terhadap Pertumbuhan Kasus COVID-19

Kajian ke-enam atau yang terakhir dalam tulisan ini adalah menganalisis hubungan iklim dengan pertumbuhan kasus COVID-19.

Dari hasil pendataan, semua negara yang tidak memiliki kebijakan vaksinasi BCG berada di daerah non tropis, kecuali Ekuador. Oleh karena itu, hubungan iklim (tropis dan non tropis) hanya dikaji untuk negara-negara yang memiliki kebijakan vaksinasi BCG saja.

Berikut adalah 4 swarmplot yang membandingkan jumlah kasus total, jumlah kasus baru, jumlah kematian total, dan laju pertumbuhan kasus pada dua kelompok iklim:

Gambar 5. Swarmplot jumlah kasus total per 1 juta penduduk berdasarkan dua kelompok iklim
Gambar 6. Swarmplot jumlah kasus baru rata-rata per 1 juta penduduk berdasarkan dua kelompok iklim
Gambar 7. Swarmplot jumlah kematian total per 1 juta penduduk berdasarkan dua kelompok iklim
Gambar 8. Swarmplot nilai doubling days rata-rata berdasarkan dua kelompok iklim

Berdasarkan 4 gambar di atas, secara visual negara-negara tropis mempunyai sebaran jumlah kasus total, jumlah kasus baru rata-rata, dan jumlah kematian total yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara non tropis. Sedangkan nilai doubling days antara dua kelompok iklim cenderung ada dalam range yang sama, di mana sebagian besar negara memiliki nilai doubling days bawah 10 hari.

Dari hasil uji Kruskal-Wallis yang dilakukan, terdapat 3 hipotesis 0 yang dapat ditolak dan 1 hipotesis 0 yang tidak dapat ditolak, dengan kesimpulan sebagai berikut:

  • Terdapat hubungan signifikan antara iklim dengan jumlah kasus total (p-value = 2,83 x 10-6);
  • Terdapat hubungan signifikan antara iklim dengan jumlah kasus baru rata-rata (p-value = 9,8 x 10-6);
  • Terdapat hubungan signifikan antara iklim dengan jumlah kematian total (p-value = 0.00085);
  • Tidak terdapat hubungan signifikan antara iklim dengan nilai doubling days rata-rata (p-value = 0.17). 

7. Kesimpulan

Negara-negara dengan keberadaan kebijakan vaksinasi BCG cenderung memiliki jumlah kasus total, jumlah kasus baru, dan jumlah kematian total yang lebih rendah. Selain itu, ditemukan juga bahwa angka doubling days pada negara yang memiliki kebijakan vaksinasi BCG cenderung lebih tinggi yang menunjukkan laju pertumbuhan kasus COVID-19 yang cenderung lebih rendah.

Hasil-hasil ini dapat memperkuat hasil studi Moorlag et al. Diduga efek peningkatan imunitas non-spesifik dari vaksinasi BCG juga memiliki fungsi protektif terhadap COVID-19. Namun penelitian molekular lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hipotesis ini. Boleh dikatakan, nampaknya dampak COVID-19 secara makro dan fatality nya lebih kecil di negera-negera yang memberlakukan kebjikan vaksinasi BCG.

Perbedaan iklim juga diduga memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Negeri-negeri dengan kebijakan vaksinasi BCG yang memiliki iklim tropis ditemukan memiliki jumlah kasus total, jumlah kasus baru, dan jumlah total yang cenderung lebih rendah ketimbang yang memiliki iklim non-tropis. Namun peneletian lebih mendalam mengenai hubungan iklim dengan COVID-19 masih perlu dilakukan.

Ditinjau dari sisi ini, negeri kita tercinta semestinya bisa diperjuangkan agar dampak COVID-19 tidak separah yang terjadi di Amerika dan di Italia dan di negeri-negeri yang tidak memiliki kebijakan vaksinasi BCG dan memiliki iklim non-tropis. Namun, hal ini masih sangat tergantung pada kolaborasi pemerintah dan seluruh masyarakat dalam memutus jalur virus COVID-19 menemukan inang baru maupun meningkatkan laju recovery pasien.

8. Referensi

Moorlag, S., Arts, R., van Crevel, R. and Netea, M., 2019. Non-specific effects of BCG vaccine on viral infections. Clinical Microbiology and Infection, 25(12), pp.1473-1478.

Shopping cart0
There are no products in the cart!
Continue shopping
0