Lembaga Riset Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) Sharing Vision menilai secara lebih serius, intrusive advertising dapat dianggap melanggar Pasal 32 Ayat 1 UU No.11/2008 Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Isi dari UU ini yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik.
Chief of Sharing Vision Dimitri Mahayana mengungkapkan terkait dampak atau indikasi gangguan, kemungkinan ada pula yang menafsirkan intrusive advertising sebagai pelanggaran intersepsi yang terkait dengan Pasal 31 Ayat 1 UU No.11/2008 tentang ITE.
“Dimana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik dalam suatu komputer dan atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain,” ujarnya.
Namun, diakui Dimitri terdapat pandangan berbeda mengenai pelanggaran pasal-pasal UU No. 11/2008 ITE tersebut bahwa intrusive advertising bisa dianggap suatu jeda, bukan pengubahan, penambahan, atau pengurangan dan lain-lain. Tentang intersepsi sendiri, dinilai belum ada indikasi apapun yang bisa disebut sebagai intersepsi.
Oleh karena itu, regulasi dinilai penting sesuai dengan pertimbangan bahwa dalam era di mana jaringan dan layanan maupun perusahaan ketiganya terkonvergensi. Pemerintah dituntut harus dengan proaktif bisa memilih pendekatan hukum yang tepat untuk setiap kasus, apakah pendekatan legislation, regulation atau self-regulation, dimana praktik intrusive advertising ini pendekatannya berkaitan dengan ranah regulasi.