Wimax Kehilangan Momentum, LTE Menunggu Panggilan

Jakarta – Pembangunan jaringan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia memang masih disibukkan dengan penataan di frekuensi 3G. Lantas, bagaimana dengan nasib Wimax dan masa depan LTE (Long Term Evolution)?

Menurut hasil riset IT Extravaganza 2013 besutan Sharing Vision, Wimax yang pada awalnya digadang-gadang akan menciptakan suatu terobosan, pada akhirnya telah kehilangan momentum.

Mumet juga memikirkannya (wimax-red.),” seloroh Chairman Sharing Vision Dimitri Mahayana saat ditemui detikINET beberapa waktu lalu.

Menurut pria yang juga menjadi dosen ITB ini, Wimax sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda booming. Meskipun di atas kertas, kecepatan yang ditawarkan jauh lebih ngebut ketimbang 3G.

Toh, pada perjalannya, industri Wimax sempat dibikin ribut dengan tarik ulur penggunaan perangkat 16d Fixed Wimax atau 16e untuk mobile Wimax.

Memang, secara umum dikenal dua jenis Wimax, yaitu Wimax untuk jaringan tetap atau disebut Fixed WiMAX (standar IEEE 802.16d) dan Wimax untuk jaringan bergerak atau sering disebut Mobile Wimax (standar IEEE 802.16e). Standar IEEE 802.16d terbit pada Januari 2004, sedangkan IEEE 802.16e dipublikasikan tahun 2005.

Dalam teorinya, Fixed Wimax mampu mendukung kecepatan transfer data sampai 75 Mbps dengan jangkauan sampai 50 km. Sedangkan Mobile Wimax mampu mencapai kecepatan transfer data hingga 15 Mbps dengan jangkauan 20-50 km.

Dengan kemampuan tersebut, Wimax disebut sebagai jaringan generasi keempat (4G), meskipun sebetulnya kemampuan ini belum memenuhi standar 4G yang ditetapkan IMT-Advanced. Teknologi Wimax lebih tepat disebut sebagai jaringan 3.9G. Demikian penilaian pengamat telekomunikasi Muhammad Yusuf dalam tulisannya yang pernah dipublikasikan detikINET.

Pada November 2009, pemerintah Indonesia menetapkan pemenang tender lisensi Wimax untuk 15 zona secara nasional. Beberapa pemenang tender mundur hingga pada Agustus 2010 tinggal lima operator yang mengantongi lisensi tersebut, yaitu Telkom, Indosat Mega Media, Berca, Jasnita dan First Media.

Dari lima operator tersebut baru First Media dan Berca yang telah menggelar Wimax secara komersial. Sedangkan Telkom, Indosat dan Jasnita tampaknya ragu-ragu untuk melangkah lebih jauh.

First Media telah menggelar WiMAX di wilayah Jabotabek dengan 10 BTS. Penjualan komersial telah dimulai awal 2011 dengan merek dagang Sitra. Pada November 2011 Sitra menyatakan telah mempunyai 7.000 pelanggan.

Berca baru melakukan komersial pada Februari tahun ini dengan merk dagang WiGo. Jaringan WiGO tergelar di delapan kota yaitu Medan, Balikpapan, Batam, Denpasar, Makassar, Pekanbaru, Palembang, dan Pontianak. Sampai akhir tahun 2012 WiGO merencanakan 400 BTS WiMAX.

Dari kelima operator pemegang lisensi, sebenarnya Telkom dan First Media yang paling potensial mengembangkan Wimax. Telkom dapat memanfaatkan teknologi Wimax untuk meng-upgrade jaringan Speedy maupun Flexi. Namun sepertinya Telkom punya pilihan lain. Mungkin Telkom memilih GPON untuk Speedy dan EVDO-LTE untuk Flexi.

Dengan kondisi yang belum ada kemajuan berarti hingga kini, tentu saja membuat para analis tak berharap tinggi terhadap Wimax. Termasuk Sharing Vision yang menilai Wimax akan segera tergusur LTE sehingga harus dibuka untuk teknologi netral.

“Jika melihat kebutuhan masyarakat, sebaiknya dibuka saja untuk teknologi netral (dibebaskan memiliki teknologi 16d atau 16e), sehingga frekuensinya bisa dioptimalkan,” tegas Dimitri.

Masa Depan LTE

Setelah era 3G dan Wimax, tentu banyak yang berharap terhadap realisasi LTE yang mengusung teknologi 4G. Namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah sudah saatnya LTE dibuka di Indonesia?

Jika berkaca dengan negara maju lain, seperti Amerika Serikat, LTE sudah menjadi konsumsi publik. Hal ini ditegaskan dengan keberadaan berbagai perangkat genggam yang sudah mengusung konektivitas LTE di dalamnya.

Sebut saja seperti iPhone 5. Namun ketika masuk Indonesia, gadget andalan Apple itu pada akhirnya cuma bisa berlari di jaringan 3G. Ya, alasannya sederhana, di sini belum tersedia infrastruktur LTE.

Menurut Dimitri, implementasi LTE di Indonesia pada akhirnya kembali lagi harus dilihat dari kebutuhan ekosistem industri itu sendiri. Salah satu indikatornya adalah dari penyerapan bisnis M2M (machine-to-machine).

“Dimana jika pada bisnis M2M itu berkembang rich application konten, pada saat itu LTE diperlukan untuk mengakomodir kecepatan data yang lebih tinggi,” ungkapnya.

Selain itu, perlu juga dipikirkan frekuensi apa yang akan dipilih pemerintah untuk mengimplementasikan LTE di Indonesia. Nah, untuk point tersebut, hingga saat ini pemerintah masih belum memutuskannya.

“Sebenarnya ada empat skema terkait frekuensi kanal 4G, yaitu di 700 MHz, 1.800 MHz, 2.100 MHz atau 2.300 MHz. Frekuensi yang paling memungkinkan digunakan yaitu 2.300 MHz, yang baru dimanfaatkan 30 MHz untuk Wimax dari total 90 MHz yang ada. Namun 4G juga ada hambatan, yaitu dari sisi regulasi,” pungkas Dimitri.

Di sisi lain, sejumlah operator mengaku telah melakukan uji coba LTE dengan lingkup terbatas. Ya, tentunya sebagai ‘pemanasan’ sampai pada tiba akhirnya untuk LTE kick-off di Indonesia.

Sumber

Shopping cart0
There are no products in the cart!
Continue shopping
0