Sepanjang tahun 2012, industri TI sudah cukup sering diramaikan dengan informasi seputar cloud computing. Ya, komputasi awan memang bak menjadi primadona dari para vendor TI. Layanan ini pun dipercaya sebagai model IT masa depan.
Hasil riset IT Extravaganza 2013 Sharing Vision memprediksi bahwa investasi TI, data center dan operasi TI bakal bergeser ke arah cloud.
Chairman Sharing Vision Dimitri Mahayana menuturkan, di Swiss misalnya, mayoritas bank menggunakan cloud computing. Adopsi cloud tampaknya juga tidak terbatas pada kalangan SME (Small Medium Enterprise), namun perusahaan-perusahaan besar papan atas juga mulai berlomba-lomba menggeser operasi TI-nya ke cloud dengan alasan utama efisiensi dan efektifitas.
“Perusahaan-perusahaan global menganggap cloud computing sebagai model IT masa depan, dan sudah banyak yang mengaplikasikan cloud computing,” ujarnya, saat ditemui detikINET, beberapa waktu lalu.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Menurut Dimitri, industri cloud computing di Tanah Air harus diakui masih lambat pertumbuhannya. Padahal, lanjutnya, banyak perusahaan banyak yang minat untuk bermigrasi ke cloud.
Namun terhadang dengan layanan yang belum optimal. Istilahnya, teknologi mungkin sudah canggih, tetapi dari segi layanan belum sempurna.
“Industri cloud computing di Indonesia pertumbuhannya masih akan lambat. Hal ini terutama disebabkan teknologi yang diimplementasi belum benar-benar proven sesuai best practice,” lanjutnya.
Dan jika dibiarkan terus menerus, industri cloud di Tanah Air akan kehilangan momentum bila gagal men-deliver layanan sesuai kebutuhan.
Sehingga pada akhirnya, regulasi dan insentif dari pemerintah diperlukan pula untuk mengantisipasi akselerasi cloud computing.
“Pemerintah semestinya mengantisipasi akselerasi cloud computing ini dengan regulasi yang pro aktif dan insentif bagi para pelaku maupun penggunanya,” imbuh pria yang juga dosen ITB itu.
Di sisi lain, security dan data privasi tetap menjadi isu utama yang menghambat perkembangan cloud. Ya, bisa dibilang popularitas cloud yang kian menjulang menarik minat penjahat cyber untuk turut terjun ke wilayah ini.
Dimitri menyatakan, pembuat malware alias program jahat dapat menggunakan cloud untuk mempermudah menciptakan virtual machines untuk melakukan aktifitas malicious.
“Cloud juga memungkinkan pembuatan cloud-based botnet dengan cepat,” ia menandaskan.