Operator Disarankan Bersinergi dengan Layanan OTT

 

Layanan over the top (OTT) dinilai menggerogoti bisnis operator. Namun Lembaga Riset Telematika Sharing Vision justru merekomendasikan operator seluler di Indonsia meniru operator luar yang memilih kian bersinergi dengan OTT.

Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Bandung, Dimitri Mahayana, mengatakan sinergi terutama dilakukan dengan penyedia layanan chatting dan media sosial.

Menurut dia, operator seluler Prancis, Bouygues Telecom, menandatangani perjanjian dengan Spotify pada Desember 2014. Isinya adalah layanan musik streaming itu dapat mendukung paket layanan menarik operator serta Spotify bisa mengakses 10 juta pengguna Bouygues yang potensial akan berlangganan.

“Movistar, operator seluler Spanyol, dan HBO menandatangani perjanjian yang memungkinkan Movistar menyiarkan tayangan seri unggulan HBO yaitu Game of Thrones, Boardwalk Empire dan Girls di layanan video on demand Movistar,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (22/8/2016).

Dimitri melanjutkan, bahkan di Asia Tenggara, Dtac, operator seluler Thailand dan Facebook menjalin kerjasama agar akses Facebook lebih terjangkau untuk para penggunanya. Yakni akses gratis untuk layanan Facebook hingga enam bulan lamanya.

Hal ini menurutnya penting atas dua alasan. Pertama, di negara yang memilih memblokir, seperti Brasil blokir WhatsApp, Cina (Line dan Kakao Talk), serta Iran (WA, Tango, dan WeChat) pada akhirnya mengalami stagnansi komunikasi bagi warganya.

“Sebab pada dasaranya semua OTT bermain di ranah yang belum diatur regulasi. Itu membuat laju mereka fleksibel, bisa menawarkan semuanya cuma-cuma dan masyarakat dimanapun senang yang gratisan,” kata pria yang juga Dosen Sekolah Teknik Elektro Informatika ITB ini.

Alasan kedua, sambung dia, fitur chatting dari OTT memang menjadi yang tersering digunakan pada smartphone pada tahun 2016 setelah berada di urutan kedua pada survey tahun 2013.

Survei terbaru timnya pada awal tahun kepada 143 responden menunjukkan chatting nomor satu dalam respon jawaban terbuka sebesar 76,2%. Diikuti browsing (62,9%), media sosial (59,4%), telepon (38,5%), memotret (27,3%), dan musik (25,2%).

Tiga tahun lalu, kata dia, browsing urutan pertama (93,6%), chatting (88,5%), SMS (85,9%), email (79,5%), telepon (69,2%), dan game (16,7%).

“Jika lebih ditelisik lagi, pengguna yang memiliki grup chatting terbanyak adalah 4-6 grup atau sebesar 41%. Yang punya 1-3 grup tergolong sedikit yakni 19% dari total responden kami,” katanya.

Maka, dengan perubahan pola prilaku tersebut, ini sejalan data prediksi global. Yakni potensi kerugian operator telekomunikasi disebabkan aplikasi voice dari Skype, Lync, WhatsApp, dll periode 2012-2018 mencapai USD 386 miliar.

“Di sisi lain, pendapatan SMS global turun hingga 70%. Pada 2018, data khusus Asia Pasifik saja, pendapatan dari SMS USD 31 milyar atau turun dari pendapatan di regional tersebut tahun 2013 sebesar USD 38 miliar,” sambungnya.

Masih mengacu riset tersebut, gejala ke arah sana sudah terlihat karena jumlah SMS terkirim saat ini di dunia mencapai 22 milyar per hari sementara pesan melalui aplikasi chatting tadi sudah mencapai 88 milyar per hari atau empat kali lipatnya.

Secara makro, kata Dimitri, situasi ini tidak terelakkan karena penetrasi smartphone secara global akan mencapai 25,3%. Dari angka ini, 86.3% mengaku menggunakan aplikasi pihak ketiga secara aktif alias motivasi pembelian ponsel cerdas memang untuk gunakan mobile apps.

“Karena itulah, pendapatan SMS dan telepon operator seluler akan terus turun, namun di sisi lain mobile apps mendorong kebutuhan pelanggan atas layanan data. Namun karena internet itu layanan pipa, maka sangat mudah terkomoditisasi menuju tarif relatif murah, sehingga margin operator tipis namun meningkatkan valuasi dan pendapatan OTT,” tutupnya. (fyk/afr)

Artikel ini juga dimuat di : http://inet.detik.com/read/2016/08/23/131536/3281385/328/operator-disarankan-bersinergi-dengan-layanan-ott

Shopping cart0
There are no products in the cart!
Continue shopping
0