Gadget atau gawai (mengacu kamus besar Bahasa Indonesia/kbbi.web.id) adalah perangkat yang paling lekat dalam kehidupan kita sehari-hari, malah boleh jadi paling dekat bahkan dibandingkan anggota keluarga kita sendiri.
Salah satu bentuk kedekatan tersebut, mengacu berbagai data riset telematika yang dihimpun, adalah gadget berbasis sistem operasi Android.
Aktivasi sistem operasi Android pada gawai di seluruh dunia per Juli 2013 lalu mencapai 1,5 juta unit, atau naik ribuan persen dari aktivasi Agustus 2010 sebanyak 200.000 unit.
Situasi ini mendorong penguasaan pasar terus melonjak bahkan dominan, sebab lebih dari 80% masyarakat dunia menggunakan Android per kuartal III 2013.
Ini dahsyat, sebab sistem ini pertama kali dibuat tahun 2005 dan resmi dikomersialkan 22 Oktober 2008 namun sudah memimpin pasar tahun 2011 (simak tabel di bawah).
Tabel 1.1 Pangsa Pasar Ponsel Cerdas Global 2010-2013
Sumber: Gartner, 2011-2013
Namun bukan soal penguasaan pasar ini yang ingin ditekankan penulis dalam artikel. Akan tetapi, selain soal fenomena gawai yang makin intim dengan kehidupan kita semua, nyatanya terdapat berbagai implikasi (cenderung negatif) kepada kehidupan atas situasi meluasnya gadget ini.
Setidaknya, mengacu pada survei Sharing Vision akhir tahun lalu kepada 72 responden didapatkan sejumlah keluhan dan ketidaknyamanan sebagai bentuk implikasi tersebut (simak tabel 1.2). Penulis meyakini, bahwa kita sebagai pengguna gawai tercakup dalam berbagai ketidaknyamanan ini.
Tabel 1.2 Implikasi yang Dirasakan Pengguna Android
Sumber: Sharing Vision, Januari 2014
Dengan data lanjutan bahwa 5-10% maniak gadget terbiasa menyentuh perangkatnya 100-200 kali dalam sehari, dan apabila waktu efektif manusia beraktivitas 16 jam atau 960 menit sehari, maka orang yang kecanduan gadget akan menyentuh gadget 4,8 menit sekali!
Bila angka interaksinya selekat itu, dalam opini penulis, maka pecandu gadget akan sulit menjalani kehidupan nyata. Jangankan melakukan pekerjaan, untuk diajak ngobrol saja pasti sulit. Kiprah orang-orang semacam ini (dan boleh jadi kita termasuk di antaranya) di dunia nyata akan berkurang.
Jika dia dipisahkan dari gadget, maka akan segera muncul rasa gelisah dan tidak dapat beraktifitas di dunia nyata. Lantas, jika maniak gawai ini didiamkan terus berlaku seperti ini, maka bukan tidak mungkin akhirnya menjadi pengidap attention deficit disorder (ADD).
ADD akan membuatnya sulit konsentrasi, lebih dekat dengan orang jauh, mengabaikan orang terdekat, fokus perhatian sulit muncul dalam waktu lama, sehingga sekalinya dia ketinggalan gawai, maka dunia seolah sudah berakhir karena tak ada aktivitas riil yang bisa dilakukannya dengan nyaman.
Maka, mari kembalikan gadget pada fungsi awalnya: Sebagai alat yang bisa meningkatkan produktivitas kita bersama, bukan malah memperoleh berbagai sisi kontraproduktif darinya.
Berikut sejumlah langkah saran penulis dalam mengembalikkan fungsi orisional gadget tersebut.
1. You should have your own personal time!
Kita harus prioritaskan waktu pribadi kita di atas kepentingan segalanya, terutama jika kita sudah berada di rumah. Ingatlah ada anak, ada istri, saudara, bahkan orangtua yang harus kita sapa dan ajak bicara.
Jangan biarkan semua dari kita asyik sendiri, surfing masing-masing di dunia maya ketika berkumpul. Fisiknya bareng, tidak jiwanya. Tidak ada tegur sapa dan obrolan hangat, gilirannya akan merenggangkan semuanya.
Ingat! Di Amerika Serikat, sudah banyak perceraian akibat minimnya komunikasi dan affair bermula dari gadget.
Begitu sampai rumah, silahkan cari aktivitas yang bisa mengalihkan perhatian kita mulai dari menonton DVD non stop, bernyanyi, olahraga, dan lainnya.
Jangan benamkan hidup kita selamanya di dunia maya, dunia nyata jauh lebih seru jika kita benar-benar meluangkan waktu di atasnya.
2. Jangan biasakan mengakhiri dan memulai hari Anda dengan gawai.
Ketika mau tidur, kita ingin cek status terbaru kolega di akun media sosial, ketika baru bangun pun segera menyimak apakah ada obrolan terbaru dalam medium chatting yang kita miliki. Begini terus.
Jika kebiasaan ini kita pelihara, dengan sendirinya kita terbiasa mengabaikan hal penting yang dekat dengan kita dan malah memberi perhatian kepada orang jauh.
Bahkan, lama-kelamaan, kita akan memaksakan selalu merespons dunia maya sekalipun tidak tepat misalnya saat sarapan dengan keluarga/menyetir.
3. Jangan sembunyikan kebiasaan kita saat menggunakan gadget. Jika Anda merasa keluarga atau seseorang akan marah dengan kebiasaan kita, itulah pertanda kebiasaan kita memang salah.
Kita tahu ketika rapat, bos akan marah jika kita tetap asyik dengan gadget, janganlah curi-curi kesempatan pakai gadget.
Kita tahu bahwa atasan kita tidak suka dengan itu, maka jujurlah pada diri sendiri. Secara perlahan, kebiasaan ini bisa memberikan kita kemampuan memberi tahu orang sekitar, bahwa ada saat-saat tertentu jika kita akan telat membalas pesan di gawai, misalnya manakala kita sudah di rumah.
Jadi, mari jaga produktivitas gadget kita secara nyata. Seindah apapun pergaulan di dunia maya, mereka bisa jadi tidak nyata, karenanya segala kebanggaan bisa jadi semu.
Bagaimanapun, gadget tidak akan pernah sebanding dalam menggeser kehidupan nyata kita dengan orang-orang nyata di sekitar kita.
*) Penulis, Dimitri Mahayana merupakan Chairman Lembaga Riset Telematika Sharing Vision/ www.sharingvision.com.
Artikel ini pun dipublikasikan di situs detikINET