Dalam framework Business Continuity Management (BCM) haruslah memperjelas posisi Crisis Management. Crisis Management merupakan salah satu elemen utama yang harus ada dan terdefinisi dengan jelas dalam BCM.
Crisis Management Plan (CMP) adalah sebuah dokumen perencanaan yang telah teruji dan diperuntukan menangani suatu bencana atau kejadian yang mempunyai dampak bisnis (baik finansial, brand meupun hukum) yang berdampak sangat besar atau sangat berbahaya, sehingga perusahaan dinyatakan dalam kondisi Krisis. Oleh karena itu dalam kondisi jajaran manajemen tertinggi di perusahaan (Direksi) harus memimpin langsung pelaksanaannya. CMP dapat menjadi suatu bagian dari BCM jika krisis yang terjadi menyebabkan gangguan operasional bisnis dan/atau berasal dari risiko operasional bisnis.
Pertanyaannya adalah, kapan perusahaan dapat dinyatakan dalam keadaan krisis? Pertama: Jika terjadi bencana dan Business Continuity Plan sudah diaktifkan namun masih gagal serta dikhawatirkan kondisi menjadi semakin buruk, maka perlu dilakukan eskalasi dari BCP menuju CMP. Direktur harus ikut memastikan proses recovery dari operasional bisnis yang mengalami gangguan dapat segera menjadi normal.
Kedua: gangguan operasional yang mempunya dampak selain finansial seperti dampak hukum atau reputasi yang besar, maka CMP harus diaktifkan untuk menekan dampak-dampak yang bisa terjadi. Ketiga: Bencana alam, system failure, atau security attack yang menimbulkan korban jiwa, atau yang menimpa beberapa unit bisnis sekaligus, atau menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar, maka tidak hanya cukup dengan aktivasi BCP untuk recovery, karena BCP bersifat sektoral (per Divisi). Diraksi harus turun tangan langsung dengan mengaktifasi CMP, jika tidak, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar (selain finansial juga dapat berdampak pada seputasi bahkan hukum). (**)