Operator telekomunikasi dan perbankan harus memperkuat kolaborasi guna mempercepat realisasibranchless banking yang secara teknologi dianggap sudah sangat siap. Chairman Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Dimitri Mahayana mengungkapkan penerapan branchless banking sebenarnya tinggal menunggu pematangan regulasi dari Bank Indonesia.
“Apabila aturan mainnya sudah disahkan, saya yakin pada 2014 layanan branchless banking akan berkembang pesat, apalagi perbankan dan operator telekomunkasi sudah semakin menyadari pentingnya berkolaborasi,” jelasnya dalam Lokakarya Branchless Banking Revolution 2014, Sabtu (28/9/2013). Dimitri menegaskan penerapan branchless banking sebenarnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomian Indonesia, karena layanan transaksi keuangan akan semakin mudah dan cepat.
Mengutip data Bank Indonesia bahwa 68% dari 246,9 juta penduduk Indonesia belum memiliki rekening perbankan, dan 52% dari rumah tangga di Indonesia belum memiliki simpanan di lembaga keuangan sehingga diperlukan terobosan layanan perbankan ke masyarakat. “Di sisi lain, kesenjangan finansial di Indonesia melebar karena jumlah pengguna kartu kredit, Internet banking dan mobile banking serta e-money tumbuh pesat. Akan tetapi, hanya terjadi di kota-kota besar,” ungkapnya. Dimitri menambahkan mayoritas masyarakat Indonesia tinggal di pelosok perdesaan yang tidak tercakup layanan perbankan, dan tidak sedikit warga yang harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mengambil gaji atau pensiunan.Untuk itu, diperlukan terobosan branchless banking sebagai perluasan layanan keuangan tanpa bergantung keberadaan kantor cabang bank, tetapi mengandalkan agen, sebagai mitra bank yang bergerak mendatangi daerah terisolir.
“Konsep branchless bangking juga mengadopsi layanan telekomunikasi seperti SMS yang bisa dijalankan di ponsel standar, sehingga kendala jarak dan waktu bisa disiasati dengan implementasi teknologi informasi.” Dimitri menyebutkan sejumlah negara ketiga telah menerapkan branchless banking antara lain M-Pesa di Kenya, bKash di Bangladesh, Mobile Money dan BSP Rural di Papua Nugini.
“Di Kenya, nilai transaksinya sudah sekitar Rp575 miliar per hari, dengan pendapatan tahunan Rp2,83 triliun. Jumlah agen sudah mencapai 65.547 orang, mayoritas transaksi dijalankan melalui SMS,” ungkapnya. Dia menjelaskan layanan hasil kerjasama operator seluler dan perbankan di Kenya, Safarimcom dan Citibank, memungkinkan transfer dikirim via SMS, dan proses penarikan melalui agen dengan sistem jemput bola ke pelosok dengan menggunakan sepeda. Masyarakat juga bisa menyetor tabungan ke agen tersebut, tanpa perlu rekening perbankan, tetapi cukup mendaftar untuk memiliki user ID di M-Pesa. Dari akun inilah, seluruh proses transaksi dijalankan.
“Indonesia sebagai negara kepulauan, tingkat kebutuhan branchless bankng jauh lebih tinggi sebagai revolusi layanan keuangan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat kecil,” tegasnya. Dimitri menilai perbankan dan operator seluler di Indonesia masih menganggap branchless banking sekadar perluasan channel, bukan sebagai perluasan bisnis dan peningkatan perekonomian daerah. Menurutnya, beberapa persoalan menghambat pengembangan branchless banking adalah belum ada regulasi yang spesifik dari Bank Indonesia, sinergi perbankan dan operator seluler masih lemah. Selain itu, inisiatif dan insentif relatif masih kurang termasuk dari pemerintah seharusnya bisa mengoptimalkan layanan branchless banking untuk penyaluran dana sosial karena akan lebih efisien. “Memang dari sisi teknis, kualitas layanan telekomunikasi belum optimal. Kami pernah uji coba untuk memiliki akun branchless banking dari satu operator seluler cukup lama hingga 4 hari,” papar Dimitri.
Sumber : bisnis.com