CEPATNYA perkembangan teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Mereka bisa lebih cepat mendapatkan informasi dari berbagai penjuru dunia. Kehadiran ponsel canggih, semakin memudahkannya. Itu sisi positifnya.
Namun demikian, cepatnya perkembangan teknologi informasi juga berdampak negatif, terutama bagi anak dan remaja. Misalnya berupa konten berbau kekerasan, pornografi, dan menu lainnya yang juga banyak didapat dari laman media sosial. Hal itu membuat pola pikir generasi muda teracuni.
Akhir-akhir ini marak terdengar kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan, khususnya di Jawa Barat. Di Sukabumi, seorang pelaku melakukan kejahatan seksual terhadap 120 orang anak di bawah umur. Begitu juga dengan kasus di Sumedang dan lainnya. Semua itu ternyata tidak lepas dari dampak negatif konten dunia maya.
Dimitri Mahayana, pakar IT dari Sharing Vision mengungkapkan, secara umum banyak kejahatan seksual yang dimulai dari sosial media dan media online seperti Facebook. Menurutnya kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan banyak dipengaruhi semakin berkembangnya media sosial dan media online lainnya. Bahkan jumlah korban semakin berkembang.
“Kejahatan yang terimplikasi media sosial dan media online memang terus meningkat, terutama yang mengakses Facebook dan Twitter. Dari 74 persen kejahatan tersebut menggunakan Facebook dan 24 persen menggunakan Twitter,” katanya.
Saat ini kejahatan terkait dengan Facebook dilaporkan ke polisi setiap 40 menit. Bahkan tahun lalu petugas mencatat ada 12.300 kasus yang diduga melibatkan Facebook. Sehingga Facebook pun telah dirujuk dalam penyelidikan pembunuhan, pemerkosaan, pelanggaran seks anak, penyerangan, penculikan, ancaman pembunuhan, dan penipuan.
Dipaparkan, dampak perkembangan teknologi saat ini cukup besar, baik sisi positif maupun negatifnya. Bahkan dari hasil survei, 29 persen kejahatan seksual via internet diawali situs social networking. Bahkan kasus kriminalitas seksual terhadap anak-anak yang melibatkan situs social networking ini memiliki peluang lebih besar. Biasanya para pelaku menggunakan akun anonim dengan identitas tidak jelas. Ini patut dicurigai. Tidak hanya itu, banyak kasus penculikan yang melibatkan Facebook. Diperkirakan 27 dari 129 kasus anak hilang di Indonesia berawal dari pertemanan di Facebook.
“Jumlah kasus anak hilang yang melibatkan Facebook tahun 2011 ada 18 orang dan tahun 2012 ada 27 orang. Tentunya sekarang pun terus meningkat,” katanya.
Maraknya kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan pun bisa juga dipengaruhi cepatnya pengembangan ponsel, terutama android dan smartphone. Apalagi pertumbuhan pengguna android mencapai lebih dari 1,5 juta per hari. Penggunaan android dan smartphone lanjutnya terbilang gampang dalam menerima konten porno dan kekerasan.
“Dalam kehidupan sehari-hari 22 persen responden pernah menerima konten porno dan konten kekerasan. Itu sangat memprihatinkan,” katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat perlu hati-hati saat berselancar di dunia maya. Begitu juga dengan para orangtua, diharapkan bisa lebih waspada dalam menjaga anak-anaknya saat mengakses dunia maya.